Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan tipe dari sleep apnea yang paling sering ditemukan. Kondisi ini terjadi akibat oklusi parsial atau total pada saluran napas atas yang menyebabkan ventilasi menurun atau terhenti selama kurang lebih 10-60 detik. 1
Epidemiologi1
Pada bangsa Kaukasia, pria usia pertengahan prevalensi sebesar 4% dan perempuan 2%. Pada populasi di atas usia 65 tahun prevalensinya lebih dari 10%.
Patofisiologi 1,2
OSA disebabkan oleh penyempitan saluran napas atas dimana tempat yang paling sering adalah ovula dan velofaring (palatum molle) kemudian orofaring. Faring diatur oleh otot yang dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.otot fase inspirasi misalnya m.genioglossus àmengatur kontraksi regular dengan menyesuaikan gerakan pernapasan (mirip dengan kerja diafragma). Tonus otot ini diatur selama tidur.
2.otot dengan ritmis konstan misalnya m.palatinus tensi à penurunan atau hilangnya tonus terjadi pada keadaan tidur.
Pada saat tidur, tahanan pada saluran napas meningkat bermakna. Tidak terdapat struktur kaku seperti tulang atau kartilago, pada palatum molle yang untuk menjaga saluran napas atas. Sepanjang hari, saluran napas atas terbuka tetapi menjelang tidur, otot pada area tersebut relaks dan menyebabkan kolaps. Hal ini menimbulkan periode apnea yang dapat terjadi 20 sampai 30 kali per jam. Periode apnea, diakhiri dengan keadaan arousal (terjaga dari tidur). Pada saat itu, otot yang melebarkan saluran napas mulai bekerja normal sehingga udara dapat mengalir dengan baik. Arousal mengganggu kualitas tidur pasien yang berdampak pada penurunan performa dalam aktivitas sehari-hari. Saturasi oksigen dapat menurun lebih dari 3% apabila obstruksi saluran napas lebih dari 80%.
Faktor Risiko1,2
Faktor risiko OSA adalah obesitas, pria, usia lanjut, pemakaian obat depresan saraf pusat seperti alkohol dan sedatif, dan saluran napas yang sempit (mikrognathia, retrognathia, hipotiroidisme, atau akromegali), serta genetik dan familial. Obesitas meningkatkan resistensi saluran napas karena penumpukan lemak yang mempersempit dan menutup saluran napas atas ketika otot berelaksasi. Usia tua meningkatkan risiko karena penurunan massa otot yang yang digantikan oleh lemak. Begitu pula, pria lebih cenderung mengalami OSA karena hormon yang mengubah struktur saluran napas atas. Selain yang disebutkan sebelumnya, faktor lainnya yang turut berperan terhadap kejadian OSA adalah:
- Pembesaran tonsil dan adenoid (penyebab utama OSA pada anak-anak)
- Mmerokok yang menyebabkan inflamasi, pembengkakan, dan mempersempit saluran napas atas,
- Kongesti nasal.
Gejala Klinis1
Biasanya, penderita yang berobat datang dengan keluhan mendengkur keras, sleep choking, apnea, gerakan abnormal saat tidur, dan nokturia. Sebagian keluhan ini disampaikan oleh keluarga. OSA menyebabkan penurunan kualitas hidup dengan menimbulkan hipersomnolen pada siang hari, sulit konsentrasi, sakit kepala pagi hari, gangguan intelektual, gangguan personalitas dan pergaulan, stress, serta penurunan libido.
Diagnostik1
Untuk menilai kuantitas dari derajat gangguan tidur dari pasien OSA, biasanya digunakan skala tidur Epworth. Pemeriksaan fisik yang penting berupa menghitung indeks massa tubuh. Obesitas sentral juga perlu diukur karena meningkatkan risiko sleep apnea.
|
Selanjutnya, lihat pula morfologi saluran napas atas dan bentuk kraniofasial. Seperti dijelaskan sebelumnya, mikrognathia, retrognatia, leher pendek, dan ukuran skor Mallampati sangat berkaitan dengan OSA.
Skor Mallampati1
Kita dapat menggunakan oksimetri untuk mengukur saturasi oksigen selama tidur malam. Namun demikian, sepertiga pasien OSA tidak mengalami penurunan saturasi oksigen. Diagnostik baku dari pemeriksaan OSA adalah polisomnografi nokturnal yang mencakup:
- Elektroensefalografi untuk merekam gelombang listrik saraf pusat,
- Elektrookulografi untuk mencatat gerakan mata,
- Oksimetri untuk mencatat saturasi oksigen,
- Monitor Holter untuk mencatat rekaman jantung,
- Elektromiografi untuk mencatat gerakan otot pernapasan selama tidur dan memonitor posisi tidur.
Penilaian Polisomnogram
Derajat OSA | Indeks Gangguan Respirasi (IGR) | Saturasi O2 (%) |
Ringan | 5-15 | >85 |
Sedang | 16-30 | 65-84 |
Berat | >30 | <65 |
-IGR= rerata jumlah apnea dari hipopnea selama tidur
-seseorang mengidap OSA apabila indeks apnea hipopnea (AHI) lebih dari 5 kali perjam.
Manajemen OSA1
Tujuan dari manajemen adalah menurunkan risiko terjadinya gangguan kardiovaskular dan kondisi hipersomnolen pada pasien OSA. Pengobatan yang dapat diberikan adalah:
1. Pengobatan konservatif yaitu perubahan posisi tidur miring ke samping kanan atau kiri yang bergantung pada perbaikan nilai IGR. Selain itu, pasien dapat pula menurunkan berat badan(penurunan 10% menurunkan IGR 26%), menghindari minuman beralkohol, dan mengurangi konsumsi obat sedatif.
2. Pengobatan dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP)
Penggunaan masker terhubung dengan tekanan oksigen yang dipompa secara berkala sesuai dengan pernapasan pneumatic. CPAP ini diindikasikan untuk pasien dengan IGR > 30 kali kejadian per jam. Pasien dengan IGR< 30, akan membutuhkannya apabila hipersomnolen siang hari, gangguan konsentrasi, dan adanya penyakit serebrovaskular (hipertensi, strok, penyakit jantung koroner).
3. Penggunaan alat penopang mulut
American Academy of Sleep Medicine merekomendasikan alat ini untuk OSA derajat ringan sampai sedang. Penggunaannya adalah untuk menjaga patensi saluran napas atas meskipun keberhasilan terapinya tidak bermakna.
4. Pembedahan
Tindakan bedah yang dilakukan untuk OSA adalah uvulopalatofaringoplasti, ovulopalatoplasti dengan sinar laser, tonsilektomi, ablasi, atau reseksi parsial lidah, rekonstruksi rahang atas dan bawah, sampai dengan trakeostomi. Hasil maksimal dengan tindakan bedah ini adalah 40% untuk mengatasi OSA.
Komplikasi3
OSA menyebabkan komplikasi beragam mulai dari gangguan pola yang meningkatkan risiko kematian hingga gangguan sirkulasi. Menurut penelitian, orang dengan OSA mengalami 5 sampai 7 kali lipat risiko mengalami kecelakaan lalu lintas karena penurunan kewaspadaan akibat kualitas tidur yang kurang baik. Selain itu, OSA juga berkaitan terhadap tekanan darah yang tinggi, gagal jantung, stroke, dan aritmia jantung. Sedangkan hubungan OSA dengan kondisi medis lainnya hingga kini masih belum jelas. Adapun kondisi yang dimaksud adalah diabetes tipe 2, obesitas, hipertensi pulmonal, asma, kejang, epilepsi, sakit kepala, glaukoma, dan lain-lain.
OSA pada Anak4
OSA pada anak-anak disebabkan oleh pembesaran kelenjar adenoid dan tonsil. Derajat keparahan OSA tidak berkaitan dengan ukuran pembesaran, tetapi ini merupakan kombinasi dari tonus otot, ukuran faring, dan hipertrofi adenotonsilar. Anak dengan OSA tidak selalu obesitas, tetapi pada anak dengan obesitas, OSA terjadi lebih sering. Selama tidur, durasi dan frekuensi apnea terjadi lebih singkat daripada orang dewasa. Disamping itu, mereka juga memiliki saturasi oksigen yang lebih tinggi. Anak yang telah menjalani tonsilektomi dan adenoktomi mengalami penurunan gejala, tetapi prognosis jangka panjang belum diketahui. Selain itu, anak dengan OSA memiliki kecendrungan untuk mengalami kekambuhan ketika remaja.
disusun oleh Herliani Halim
Referensi:
1.Sumardi, Hisjam B, Ryanto BS, Budiono E. Sleep apnea. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hlm.2347-9.
2.Sleep apnea. Diunduh dari http://www.healthcommunities.com/sleep-apnea.shtml. Diakses pada 6 Juli 2011, pk.23.47.
3.University of Maryland Medical Center. Obstructive sleep apnea-complications. Diunduh dari http://www.umm.edu/patiented/articles/who_has_sleep_apnea_000065_4.htm. Diakses pada 6 Juli 2011, pk. 17.55.
4.American Sleep Apnea Association. OSA in Children. Diunduh dari http://www.sleepapnea.org/ resources/pubs/children-osa.html. Diakses pada 7 Juli 2011, pk.00.03.
Featured image: http://iqbal01.files.wordpress.com/2009/02/insights-sleep-on-computer.jpg
Originally posted 2016-10-22 14:47:06.