Pneumonia Komunitas
Posted on: 24 Juni 2023, by : admin

Pada tahun 2001, di Indonesia penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan kedua penyebab kematian. Sementara itu, pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi tersebut menjadi penyebab kematian ke-6 di Indonesia. Pneumonia itu sendiri didefinisikan sebagai suatu peradangan oaru yang disebabkan oleh mikroorganisme kecuali M.tuberculosis. Mikroorganisme tersebut termasuk virus, jamur dan parasit meskipun jamur dapat diklasifikasikan tersendiri sebagai kasus mikosis paru. Sementara jika peradangan tidak disebabkan oleh mikroorganisme, kondisi tersebut disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia yang didapatkan di lingkungan masyarakat atau yang sering disebut juga sebagai pneumonia komunitas umumnya disebabkan oleh bakteri gram positif sedangkan pneumonia aspirasi lebih banyak didominasi oleh bakteri gram negatif.

Gangguan Pertahanan Saluran Napas menjadi Pemicu Terjadinya Pneumonia

Secara alami, saluran pernapasan sebenarnya memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah terjadinya infeksi saluran napas serta mencegah supaya bakteri tidak masuk ke paru-paru. Sistem pertahaan tersebut termasuk epitel saluran napas, lendir, silia, IgA, IgG, serta refleks bersin dan batuk. Juga, terdapat suatu mekanisme pembersihan pada saluran pernapasan berupa adanya cairan pelapis alveolar termasuk surfaktan, makrofag alveolar, mediator inflamasi hingga penarikan netrofil. Adanya gangguan pada sistem pertahanan tersebut menjadi faktor resiko bagi terjadinya pneumonia.

Silia dan mukus berperan penting dalam membuang mikroorganisme dengan menjadi barier mekanis. Silia dan mukus tersebut akan mendorong bakteri untuk kemudian dibatukan atau ditelan. Gangguan pada struktur anatomis tersebut dapat terjadi seperti pada pemakaian pipa nasogastrik, pipa nasotrakeal yang lama (kondisi ini terjadi pada Hospital Acquired Pneumonia maupun pneumonia nosokomial). Mereka yang mengalami kondisi kekurangan IgA memiliki resiko lebih tinggi mengalami infeksi pernapasan. Selain itu, ada bakteri-bakteri yang dapat mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA seperti P. aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp dan K.pneumonia)

Patogenesis dan Patologi Pneumonia

Kuman penyebab pneumonia dapat mencepai saluran pernapasan dengan cara inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi aerosol serta kolonisasi di permukaan mukosa. Cara tersering yang ditemukan adalah kolonisasi. Kolonisasi seringkali berasal dari saluran napas atas seperti hidung dan orofaring. Selanjutnya, terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme. Aspirasi ini dapat terjadi pada saat seseorang tidur, penurunan kesadaran, pemakai obat maupun peminum alkohol.

Pada saat bakteri masuk bersama sekret bronkus, terjadi reaksi radang dengan infiltrasi sel PMN, dan diapedesis eritrosit. Saat itu, terjadi permulaan fagositosis sebelum antibodi terbentuk. Sistem pertahanan tubuh akan beraksi untuk melawan invasi dari bakteri tersebut. Terdapat 4 zona pada daerah parasitik yaitu zona luar, zona permulaan konsolidasi, zona konsolidasi yang luas dan zona resolusif. Pada zona luar, alveolus terisi dengan bakteri dan cairan edema. Pada zona permulaan konsolidasi terdapat PMN dan eksudasi sel darah merah. Sementara itu zona konsolidasi yang luas merupakan daerah terjadinya fagositosis aktif dengan banyak PMN. Zona resolusi merupakan daerah terjadinya resolusi dengan bakteri banyak yang sudah mati serta terdapat banyak leukosit dan makrofag alveolar. Pada pneumonia terdapat juga red hepatization yang merupakan daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan serta grey hepatization yang merupakan daerah konsolidasi yang luas.

Penegakan Diagnosis Pneumonia

Terdapat beberapa tanda dan gejala yang umumnya terdapat pada kondisi infeksi pneumonia meskipun sebenarnya tidak terlalu khas, yaitu

  1. Demam, dapat hingga menggigil. Suhu tubuh bahkan dapat mencapai 40°C.
  2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen. Kadang-kadang terdapat darah pada dahak.
  3. Sesak napas
  4. Nyeri dada

Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan beberapa hal tergantung pada luas lesinya. Pada bagian yang mengalami infeksi terutama konsolidasi, dada dapat tertinggal pada saat bernapas. Jika dipalpasi, fremitus mengeras. Pada perkusi redup serta pada auskultasi dapat terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial. Dapat juga disertai dengan suara ronki basah halus. Ronki ini dapat menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis pneumonia di antaranya adalah foto toraks (PA/lateral). Gambaran yang dapat ditemukan adalah infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan interstitial. Kavitas juga mungkin ditemukan.

Dari pemeriksaan laboratorium, ditemukan leukositosis melebihi 10.000/µl bahkan dapat mencapai 30.000/µl . pada hitung jenis, dapat terjadi pergeseran ke kiri. Laju endap darah (LED) mengalami kenaikan. Untuk menentukan etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Pada pasien yang tidak diobati, kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita. Gangguan pada pertukaran gas dapat menyebabkan kondisi hipoksemia dan hipokarbia yang mana pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Pada pneumonia komuniti itu sendiri, diagnosis dapat ditegakan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambahn dengan 2 atau lebih gejala:

  • batuk batuk bertambah
  • perubahan karakteristik dahak/purulen
  • suhu tubuh ≥38°C aksila atau terdapat riwayat demam
  • pemeriksaan fisik: tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
  • leukosit ≥ 10.000 atau <4500

Skor PORT (PORT Score)

Untuk menilai derajat keparahan suatu kasus pneumonia komuniti, digunakan sistem skoring menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT). Penghitungan skoring tersebut adalah sebagai berikut.

Faktor demografi

  1. Laki-laki: Skor Port=usia, perempuan: Skor Port=Usia-10
  2. Perawatan di rumah (+10)
  3. Penyakit penyerta: keganasan (+30), penyakit hati (+20), gagal jantung kongestif (+10), penyakit serebrovaskular (+10), penyakit ginjal (+10)

Pemeriksaan fisik

  1. Perubahan status mental (+20)
  2. Pernapasan ≥ 30 kali/menit (+20)
  3. Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg (+20)
  4. Suhu tubuh <35ºC atau ≥40ºC (+15)
  5. Nadi ≥ 125 kali/menit (+10)

Hasil laboratorium/radiologi

  1. Analisis gas darah arteri: pH 7,35 (+30)
  2. BUN >30 mg/dL (+20)
  3. Natrium <130 mEq/liter (+20)
  4. Glukosa >250 mg/dL (+10)
  5. Hematokrit <30% (+10)
  6. Hematokrit <30% (+10)
  7. PO2 ≤ 60 mmHg (+10)
  8. Efusi pleura (+10)

Bila skor Port mencapai 70 atau lebih, terdapat indikasi rawat bagi pasien pneumonia komuniti tersebut. Akan tetapi, meskipun skor ≤70 masih bisa terdapat indikasi rawat inap apabila terdapat kriteria berikut.

  • Frekuensi napas >30/menit
  • PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
  • Foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral
  • Foto toraks paru melibatkan >2 lobus
  • Tekanan sistolik <90 mmHg
  • Tekanan diastolik <60 mmHg
  • Pneumonia pada pengguna NAPZA

Sementara itu, pasien juga dapat diindikasikan untuk dirawat di ruang rawat intensif pada kondisi pasien membutuhkan ventilasi mekanik atau membutuhkan vasopressor >4jam (Syok sepsis) atau terdapat dua dari tiga gejala minor berupa PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral dan tekanan sistolik <90 mmHg.

Petunjuk terapi empiris pneumonia menurut PDPI adalah sebagai berikut.

Rawat jalan:

  • Tanpa faktor modifikasi: beta laktam atau beta laktam+anti betalaktamase
  • Dengan faktor modifikasi: beta laktam+anti betalaktamase atau fluorokuinolon respirasi (levofloksasin, moksifloksasin, gatifloksasin)
  • Kecurigaan pneumonia atipik: makrolid baru (roksitromisin, klaritromisin, azitromisin)

Rawat inap:

  • Tanpa faktor modifikasi: betalaktam+ anti betalaktamase IV atau sefalosporin G2,G3, IV atau fluorokuinolon respirasi IV
  • Dengan faktor modifikasi: sefalosporin G2, G3 IV atau fluorokuinolon respirasi IV
  • Kecurigaan pneumonia atipik: makrolid baru

 

Ruang rawat intensif

  • Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas: sefalosporin G3 IV non pseudomonas ditambah makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
  • Faktor resiko infeksi pseudomonas: sefalosporin antipseudomonas iv atau karbapenem iv ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin) iv atau aminoglikosida iv.
  • Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik: sefalosporin anti pseudomonas iv atau karbapenem iv ditambah aminoglikosida iv ditambah lagi makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV.

Apabila terjadi perbaikan pada keadaan umum, obat suntik dapat diberikan dalam 3 hari untuk kemudian diganti dengan obat oral dan pasien dapat berobat jalan. Perubahan tersebut disebut sebagai terapi sulih atau switch therapy. Kriteria perubahan obat suntik ke oral adalah tidak adanya indikasi pemberian obat suntikan lagi, tidak ada gangguan pencernaan, penderita sudah tidak demam dalam 8 jam, gejala klinis membaik (frekuensi napas dan batuk sudah berkurang atau ke arah normal), leukosit menuju atau sudah normal.

 

Referensi dan bacaan lebih lanjut:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2003.

Originally posted 2016-10-23 02:00:08.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: