Penyakit Parkinson adalah jenis penyakit neurodegeneratif yang paling sering ditemukan di dunia, dengan kurang lebih 1% dari seseorang berusia diatas 55 tahun mengalaminya. Kemunculan parkinson terjadi paling sering di sekitar awal usia 60 tahun dan merupakan penyebab tersering gejala parkinsonisme pada seseorang (75%). Penyakit Parkinson yang diketahui menurun melalui genetik secara autosomal resesif maupun dominan berjumlah sekitar 5% dari seluruh kasusnya. Pada kasus genetik seperti itu, umumnya onsetnya akan lebih awal (sebelum 45 tahun) dan lebih lama durasinya dibandingkan penyakit Parkinson yang sporadik pada umumnya. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat interaksi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan dalam kemunculan penyakit ini. Beberap faktor risiko dari penyakit parkinson meliputi riwayat keluarga parkinson, laki-laki, cedera kepala, tereekspos pada pestisida, konsumsi air sumur dan hidup di desa. Sementara itu, faktor pencegah terjadinya penyakit parkinson meliputi minum kopi, merokok, penggunaan NSAID, dan terapi penggati estrogen pada wanita postmenopause.
Patofisiologi dan Patogenesis
Pemeriksaan makroskopik pada otak seseorang yang mengalami penyakit parkinson memprelihatkan adanya atrofi ringan di daerah frontal dengan hilangnya pigmen melanin di daerah midbrain saat ditilik secara mikroskopik. Secara mikroskopik juga ditemukan adanya degenerasi sel dopaminergik dan keberadaan badan Lewy (Lewy bodies/LB) pada neuron-neuron yang tersisa, prosesus substansia nigra pars compacta (SNpc), nukleus lain di batang otak, serta region-region lain seperti otak bagian medial temporal, kortikal, dan sistem limbik. Badan Lewy memiliki konsentrasi alfa-synuclein dan merupakan penanda patologik utama dari penyakit ini. Mutasi pada gen alfa-synuclein dapat menyebabkan penyakit Parkinson familial dengan cara mempromosi formasi alfa-synuclein-positive filaments yang akan beragregasi menjadi badan Lewy dan neurit Lewy. Hal ini akan pertama terjadi di nukleus olfaktorius anterior dan daerah bawah batang otak (tepatnya di nukleus glossofaringeal dan vagal), dan juga berkaitan dengan lokus seruleus, n. gigantocellularis, dan nukelus raphe. Kemudian formasi badan Lewy tersebut akan menyebar ke nukleus magnoseluler di daerah basal forebrain, nukelus sentralis amigdala, dan SNpc tadi. Apabila sudah semakin lanjut maka dapat menyebar sampai ke thalamus dan korteks serebri. Keterlibatan daerah ekstranigral inilah yang menyebabkan terjadinya gejala klinis non-motorik dan aspek motorik non-responsif terkait levodopa pada penyakit parkinson. Kehilangan sel dopaminergik di SNpc dapat menyebabkan denervasi striatum, yang dapat menyebabkan simptom motorik di penyakit parkinson. Biasanya simptom ini muncul setelah terjadi kehilangan dopamin sebesar 50-70% dari normal.
Semakin banyak bukti bermunculan bahwa penyakit parkinson dipengaruhi secara kuat oleh faktor genetik. Terdapat 8 gen yang telah diidentifikasi mempengaruhi penyakit Parkinson (lihat tabel 1). Gen di lokus PARK1, PARK 4, dan PARK5 menyebabkan penurunan autosomal dominan, kemunculan gejala yang dini dan progresi gejala yang cepat. Mutasi gen PARK1 menyebabkan agregasi abnormal alfa-synculein. Sementara itu, PARK2 dan PARK7 menyebabkan penurunan autosomal resesif dan onset penyakit saat remaja. PARK2 mengkodekan parkin, sebuah elemen dari ubiquitin, yang berfungsi dalam sistem proteasomal sebagai penanda awal protein sebelum didegradasi di sistem proteasomal. PARK5 pun mengkode komponen ubiquitin lain, yaitu ubiquitin carboxy-terminal hydroxylase L1 (UCH-L1). Kelainan pada sistem proteasomal tersebut akan menyebabkan terjadinya penumpukan protein abnormal dan berkontribusi pada pathogenesis penyakit Parkinson. Secara singkat, pengaruh faktor genetik terhadap Parkinson terangkum dalam skema diatas.
Sebagai kesimpulan, kematian sel dopaminergik adalah vulnerabilitas genetik, stress oksidatif, disfungsi proteasomal, aktivitas kinase abnormal, dan faktor lingkungan yang masih belum teridentifikasi. Stres oksidatif berperan dalam pathogenesis penyakit Parkinson, dimana kerusakan yang diinduksi oleh radikal bebas menyebabkan apoptosis sel dini dan kegagalan pembentukan energy. Salah satu penyebab pentingnya adalah MPTP, derivat dari mepedrin, dan rotenone, insektisida yang sering digunakan. Keduanya menyebabkan stres oksidatif dengan menginhibisi kompleks I mitokondria. Stress oksidatif ini juga menyebabkan penumpukan alfa-synuclein dan disfungsi proteasomal.
Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit Parkinson dibagi menjadi gejala umum dan khusus, yaitu :
– Umum :
- Gejala mulai pada satu sisi
- Tremor saat istirahat
- Tidak didapatkan gejala neurologis lain
- Tidak dijumpai kelainan laboratorik dan radiologis
- Perkembangan lambat
- Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
- Gangguan refleks postural tidak dijumpai di awal penyakit
– Khusus (gejala motorik pada penyakit Parkinson) :
- Tremor, umumnya laten, dan saat istirahat
- Rigiditas
- Akinesia/bradikinesia, dimana ditemukan mask-like face, berkurangnya kedipan mata, suara kecil, air liur menetes, gerakan cepat tidak terkontrol (akatasia), tulisan semakin kecil, berjalan dengan langkah kecil-kecil, dan sulit duduk atau berdiri
- Hilangnya refleks postural.
Kriteria penegakan diagnosis penyakit Parkinson secara umum adalah dengan menemukan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik, yaitu tremor, rigiditas, dan bradikinesia, atau tiga dari empat tanda motorik, yaitu ketiga tanda diatas ditambah ketidakstabilan postural.Berdasarkan staging Hoehn dan Yahr, terdapat 5 stadium dalam penyakit parkinson, yaitu:
1. Stadium satu.
Gejala dan tanda terdapat pada satu sisi, ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak menyebabkan kecacatan. Biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak. Gejala yang muncul dapat dikenali orang terdekat pasien.2
2. Stadium dua.
Terdapat gejala bilateral, kecacatan minimal, dan sikap/cara berjalan terganggu.2
3. Stadium tiga.
Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, dan disfungsi umum sedang.2
4. Stadium empat.
Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, dan tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.2
5. Stadium lima.
Stadium kakhetik (cachetic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri sendiri dan berjalan, dan memerlukan perawatan tetap.2
Diagnosis Banding
Dibawah adalah tabel diagnosis banding untuk penyakit yang memunculkan gejala parkinsonisme (gejala mirip penyakit Parkinson).
Primary Parkinsonism |
Genetically based PD (see Table 366-1) |
Idiopathic (“sporadic”) PD (most common form) |
Phenotype may be influenced by “vulnerability” genes and environmental factors |
Other neurodegenerative disorders |
Disorders associated with -synuclein pathology |
Multiple system atrophies (glial and neuronal inclusions) |
Striatonigral degeneration |
Olivopontocerebellar atrophy |
Shy-Drager syndrome |
Motor neuron disease with PD features |
Dementia with Lewy bodies (cortical and brainstem neuronal inclusions) |
Disorders associated with primary tau pathology (“tauopathies”) |
Progressive supranuclear palsy |
Corticobasal degeneration |
Frontotemporal dementia |
Disorders associated with primary amyloid pathology (“amyloidopathies”) |
Alzheimer’s disease with parkinsonism |
Genetically mediated disorders with occasional parkinsonian features |
Wilson’s disease |
Hallervorden-Spatz disease |
Chédiak-Hagashi syndrome |
SCA-3 spinocerebellar ataxia |
X-linked dystonia-parkinsonism (DYT3) |
Fragile X premutation associated ataxia-tremor-parkinsonism syndrome |
Huntington’s disease (Westphalt variant) |
Prion disease |
Miscellaneous acquired conditions |
Vascular parkinsonism |
Normal pressure hydrocephalus |
Catatonia |
Cerebral palsy |
Secondary Parkinsonism |
Repeated head trauma (“Dementia pugilistica” with parkinsonian features) |
Infectious and postinfectious diseases |
Postencephalitic PD |
Neurosyphillis |
Metabolic conditions |
Hypoparathyroidism or pseudohypoparathyroidism with basal ganglia calcifications |
Non-Wilsonian hepatolenticular degeneration |
Drugs |
Neuroleptics (typical antipsychotics) |
Selected atypical antipsychotics (see text) |
Antiemetics (e.g., compazine, metoclopramide) |
Dopamine-depleting agents (reserpine, tetrabenazine) |
-Methyldopa |
Lithium carbonate |
Valproic acid |
Fluoxetine |
Toxins |
1-Methyl-1,2,4,6 tetrahydropyridine (MPTP) |
Manganese |
Cyanide |
Methanol |
Carbon monoxide |
Carbon disulfide |
Hexane |
Tatalaksana
Secara singkat, tatalaksana dari penyakit Parkinson diterangkan pada gambar berikut ini:
Tatalaksana pada penyakit Parkinson dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yaitu simptomatik (memperbaiki gejala dan tanda), protektif (mempengaruhi patofisiologi penyakit), dan restoratf (mendorong neuron baru atau merangsang pertumbuhan dan fungsi sel neuron yang ada). Pendekatan tatalaksana dari penyakit Parkinson meliputi :
- Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan: (1) meningkatkan dopamin di sinaps (dengan levodopa), (2) memberikan agonis dopamin, (3) meningkatkan pelepasan dopamin, (4) menghambat re-uptake dopamin, (5) menghambat degradasi dopamin
- Manipulasi neurotransmitter non-dopaminergik dengan obat antikolinergik dan obat lain yang memodulasi sistem non-dopaminergik
- Memberi terapi simptomatik terhadap gejala dan tanda yang muncul
- Memberikan obat neuroprotektif terhadap progresi dari penyakit Parkinson
- Pembedahan ablasi (tallamotomi/pallidotomi), simulasi otak dalam, atau brain grafting
- Terapi pencegahan berupa penghilangan faktor risiko atau penyebab penyakit Parkinson
Daftar Pustaka
- Fauci A et al.Harrison’s principal of internal medicine. 17th Ed. San Francisco : McGraw-Hill. [e-book].
- Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8thed. Philadelphia: Saunders, 2007. p.893-895
- Rahayu RA. Penyakit parkinson. In: Sudoyo AW et al [editor]. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.5. Jakarta : Interna Publishing. Hal.854-9
- Joesoef AA, Agoes A, Purnomo H, Dalhar M, Samino. Konsensus tatalaksana penyakit parkinson. Surabaya: Kelompok Studi Movement Disorder (Gangguan Gerak) Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI), 2000. h.8-13
Originally posted 2016-10-23 01:40:31.