Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit yang bersifat kronis. Pasien seringkali datang berobat berulang karena sifatnya yang residif (atau kambuhan). Kondisi ini memang tidak berbahaya tetapi menimbulkan gangguan pada kehidupan sehari-hari dan penampilan. Penderita dermatitis atopik dapat mengalami kult kering, gatal-gatal, serta muncul lesi kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eskoriasi, eksudasi dan krusta. Selain itu, tentunya pengobatan dermatitis atopik tentunya menimbulkan beban biaya (baik pasien atau penyelenggara jaminan kesehatan). Dermatitis atopik umumnya terjadi pada masa bayi dan anak. Hal-hal yang berkaitan dengan dermatitis atopik antara lain adalah peningkatan IgE, riwayat atopi dan keturunan.1
Beberapa penelitian dalam upaya pencegahan timbulnya dermatitis atopik sudah dilakukan. Salah satu metodenya adalah adalah pemberian suplementasi probiotik selama kehamilan dan masa awal kehidupan untuk mencegah seorang anak mengalami dermatitis atopik. Penelitian tersebut sebagian besar dilaksanakan di Eropa. Sisanya, dilakukan di Australia, Selandia Baru dan Asia. Probiotik yang digunakan umumnya adalah Lactobacillus rhamnosus. Namun, terdapat juga beberapa probiotik lain, baik diberikan sebagai agen tunggal atau kombinasi. Masa pemberian probiotik pada sebagian besar penelitian adalah dalam minggu-minggu akhir kehamilan dikombinasikan dengan pemberian pada anak di bulan-bulan pertama kehidupan. 2
Terdapat 13 RCT (randomised controlled trials), melibatkan 3.092 neonatus, yang melakukan penilaian terhadap dermatitis atopik. Sementara itu, 14 RCT yang melibatkan 2711 neonatus, melakukan penilaian terhadap dermatitis atopik yang berkaitan dengan IgE. 2
Dari penelitian-penelitian tersebut, didapatkan bahwa anak-anak yang mendapatkan terapi probiotik memiliki angka kejadian dermatitis atopik yang lebih rendah dibandingkan dengan plasebo (RR 0.79, 95% CI 0.71-0.88; I2=24%; 13 RCTs; fixed-effect model). Hal tersebut kurang lebih berarti mereka yang mendapatkan probiotik secara rata-rata mengalami risiko relatif 0.79 kali mengalami dermatitis atopik dibandingkan mereka yang tidak mendapat probiotik. Hasil tersebut cukup konsisten antara satu penelitian dengan penelitian yang lain. Namun, untuk penelitian yang berusaha membuktikan penurunan dermatitis atopik terkait IgE dengan suplementasi probiotik belum menunjukan hasil yang cukup jelas. Dengan menggunakan fixed-effect analysis,didapatkan manfaat yang signifikan dan cukup konsisten (RR 0.80; 95% CI 0.66-0.96; I2=32%; 10 RCT). Namun, dengan random-effects analysis, secara statistik didapatkan hasil tidak bermakna (RR 0.83; 95% CI 0.65-1.06). Manfaat dari probiotik secara umum setara antara berbagai macam waktu pemberian probiotik (selama kehamilan atau sesudah persalinan di awal masa kehidupan) atau siapa yang mendapatkan terapi (ibu yang menyusui, neonatus atau keduanya).2
Berdasarkan hal tersebut, terdapat bukti yang mendukung pemberian suplementasi probiotik untuk pencegahan dermatitis atopik pada neonatus.2
Daftar Pustaka
1.Hanifati S, Menaldi SL. Kapita Selekta Kedokteran: Dermatitis. 4th ed, Vol 1. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. P. 331-2.
2Pelucchi C, Chatenoud L, Turati F, Galeone C, Moja LBack JF dkk. Probiotics supplementation during pregnancy or infancy for the prevention of atopic dermatitis: a meta-analysis. Epidemiology 2012; 23(3): 402-414
Originally posted 2016-10-20 10:24:33.