Albinisme adalah kelainan yang disebabkan karena tubuh tidak mampu membentuk enzim yang diperlukan untuk mengubah asam amino tirosin menjadi beta-3,4-dihidroksiphenylalanin untuk selanjutnya diubah menjadi pigmen melanin. Pembentukan enzim yang mengubah tirosin menjadi melanin ditentukan oleh gen dominan A sehingga orang normal dapat mempunyai genotip AA atau Aa. Orang albino tidak memiliki gen dominan A sehingga homozigotik aa. Kelainan albino ini dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan karena gen penyebab albinisme ini terletak dalam autosom.1
Perhatikan persilangan berikut:
P1 (normal) AA X aa (albino)
Gamet A a
F1 Aa (normal)
P2 (normal) Aa X Aa (normal)
Gamet A, a A, a
F2 AA Normal
Aa Normal
Aa Normal
aa albino
Jadi dari perkawinan seorang pria normal dengan wanita normal yang keduanya heterozigot menghasilkan keturunan dengan rasio fenotip normal : albino = 3 : 1.
Bentuk albino yang paling nyata ialah tidak adanya pigmen di rambut, kulit, dan mata; yang memberikan kombinasi warna putih, mata kemerahan, dan kulit yang sangat cerah. Sering terdapat kelainan pada mata, misalnya nistagmus (suatu gerak bola mata yang cepat, involuntar, ritmis, yang dapat horizontal, vertikal, berputar, atau campuran2), kelainan refraksi yang berat, dan fotofobia3.

Menurut sumber lain, sebenarnya ada beberapa tipe albinisme antara lain OCA (Oculocutaneous Albinism) dan OA (Ocular Albinism). OCA merupakan suatu kelainan yang mana terdapat kekurangan sintesis melanin di melanosit pada kulit, rambut, dan mata. OCA dibagi menjadi dua tipe yakni the tyrosinase-negative type yang mana rambut tidak berpigmen dan the tyrosine-positive type yang mana rambut mempunyai pigmen. Semua tipe OCA merupakan pewarisan autosomal resesif. Dalam beberapa keluarga, OCA terjadi pada lebih dari satu generasi dan hal ini merupakan hasil dari pseudodominance.
Berbeda dengan OCA, OA merupakan pewarisan terpaut kromosom X resesif (OA1). Pada OA, hipopigmentasi terutama terlihat jelas pada mata dibandingkan dengan OCA. Gen untuk OA1 berlokasi di lengan P kromosom X, lebih tepatnya di Xp22.3-Xp22.2 di antara markers DXS237 dan DXS143.4
Disusun oleh Lyrietrata Anisa
DAFTAR PUSTAKA
Suryo. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 2005. p.126-8
Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 2000. p.1518
Roberts JAF. Genetika kedokteran: suatu pengantar (An introduction to medical genetics). 8th ed. Jakarta; EGC; 1995. p.42-58
Fitzpatricks TB. Dermatology in General Medicine. 5th ed. United State of America: The McGraw-Hill Company; 1999. p. 925-36
Originally posted 2016-10-18 17:07:11.