Leukimia mieloid kronik (Chronic Myeloid Leukimia) didefinisikan sebagai penyakit stem sel pluripoten yang dicirikan dengan adanya anemia, granulositosis darah yang ekstrim, imaturitas granulositik, basofilia, dan seringkali juga trombositosis, dan juga splenomegali. Penyakit yang mana sel hematopoetiknya mengalami translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 22, terjadi pada lebih dari 90% pasien.
Gejala Klinis
CML dapat terjadi pada pria maupun wanita dengan perbandingan 1,4:1. Paling umum terjadi pada pasien yang berusia 40 tahun hingga 60 tahun. Gejala klinis yang dapat terjadi antara lain:
- Hipermetabolisme meliputi keringat malam hari, berat badan turun, kelelahan, anoreksia, intoleransi panas, yang kemudian menstimulasi tirotoksikosis.
- Splenomegali ditemukan pada sebagian besar pasien (90%) dan bersifat masif. Pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri ataupun gangguan pencernaan (perut terasa penuh). Dengan adanya pengobatan di awal, maka frekuensi terjadinya splenomegali pada pasien mulai menurun.
- Anemia, dimulai dengan pucat, dispnea, dan takikardia.
- Fungsi trombosit yang abnormal menyebabkan gejala memar, epiktaksis, menoraghia, ataupun perdarahan di tempat-tempat lain.
- Pemecahan urin yang berlebihan menyebabkan hiperurikemia yang bermanifestasi sebagai gout atau gangguan ginjal.
- Gejala yang jarang dijumpai, namun masih ditemukan pada beberapa pasien adalah gangguan penglihatan dan priapismus.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
- Leukositosis yang biasanya berjumlah > 50 x 109/l dan kadang-kadang >500×109/l. Dalam darah tepi dapat ditemukan spectrum lengkap sel-sel myeloid dimana jumlah neutrofil dan mielosit melibihi jumlah sel blas dan promielosit.
- Terdapat peningkatan jumlah basofil dalam darah
- Anemia yang sering ditemukan adalah jenis anemia normositik normokrom
- Jumlah trombosit meningkat, namun dapat juga normal atau turun. Yang paling sering terjadi adalah terdapat peningkatan trombosit
- Nilai fosfatase alkali neutrofil yang rendah
- Sumsum tulang hiperselular dengan dominasi granulopoiesis
- Pada analisis sitogenik darah atau sumsum tulang ditemukan kromosom Ph. (Gambar 3,4).
- Terdapat peningkatan vitamin B12 serum dan daya ikatnya pun meningkat.
- Kadar asam urat dalam serum biasanya meningkat.
Pada 50% kasus, diagnosis biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan hitung darah rutin. Pada intinya diagnosis CML ini ditentukan berdasarkan karakteristik granulositosis, hitung sel darah putih, peningkatan basofil absolute dan splenomegali yang diikuti dengan keberadaan kromosom Ph atau variannya (90% pasien) atau adanya rearrangement BCR dari kromosom 22 (> 95% pasien).
Diagnosis Banding
Polisitemia vera, trombositemia primer, atau mielofibrosis idiopatik menunjukkan gambaran yang hampir sama. Misalnya, pada hitung sel darah putih pada CML menunjukkan lebih dari 30 x 109/liter (lebih dari 90% pasien) yang mana meningkat dalam seminggu atau sebulan, sementara hitung sel darah putih pada ketiga penyakit banding sebelumnya menujukkan hitung sel darah putih yang kurang dari 30 x 109/liter dan biasanya tidak ada perubahan yang signifikan selama lebih dari sebulan atau bertahun-tahun.
Diagnosis banding lainyya adalah trombositosis esensial, agnogenic myeloid metaplasia dengan mielofibrosis serta penyakit-penyakit sindrom mielodisplastik.
Tatalaksana
Allupurinol 300 mg/hari oral diperlukan untuk menjaga aliran urin yang baik sebelum diberikan kemoterapi karena akan terdapat banyak lisisi sel. Namun, karena allupurinol ini dapat menyebabkan reaksi alergi kulit, maka pengobatan ini dihentikan setelah hitung leukosit darah dan ukuran limpa turun serta setelah sel-sel yang lisis dapat dikeluarkan.
Rasburicase dan sodium bikarbonat diberikan untuk membuat kondisi alkali pada urin ketika terjadi hiperurisemia yang ekstrim. Rasburicase ini merupakan oksidase urat rekombinan yang dapat mengubah asam urat menjadi allantoin. Rasburicase dapat diberikan secara intravena dengan dosis 0,2 mg/kg BB ideal.
Terapi sitoreduksi awal
- Imatinib mesylate (imatinib) digunakan sebagai terapi awal pada fase kronik CML. Regimen ini dapat digunakan setelah atau bersamaan dengan hydroxyurea ketika terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yang bermakna. Selain itu juga dapat dikombinasikan dengan leukapheresis ketika sindrom hiperleukositik terjadi. Obat ini merupakan golongan inhibitor tirosin kinase dimana bekerja dengan menghambat BCR-ABL tirosin kinase yang penting dalam membentuk fungsi BCR-ABL sehingga sel CML pun dapat dihambat. Obat ini diduga dapat menghasilkan respon hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dimana dapat terjadi konversi dari Ph positif menjadi negatif. Oleh karena itu, obat ini dijadikan sebagai obat lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri atau bersamaan dengan interferon atau obat lain.
- Leukapheresis (suatu prosedur pemisahan sel darah putih dari sampel darah)
Leukapheresis dapat mengontrol CML namun hanya sementara. Sangat bermanfaat terutama untuk pasien hiperleukositik dan wanita hamil selama kehamilan awal dimana kemoterapi tidak diperkenankan berkaitan dengan risiko tinggi terhadap kesehatan janin. - Hydorxyurea
Merupakan obat kemoterapi yang bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit normal pada fase kronik, tetapi diberikan seumur hidup pasien. Dosisnya dimulai dengan 1-2 g/hari dan kemudian diturunkan setiap minggu sampai mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-1,5 g/hari. Obat ini kemudian dihentikan ketika hitung sel darah putih telah mencapai kurang dari 5000/µl (5×109/liter). - Anagrelide
Digunakan untuk menurunkan jumlah trombosit pasien. - Interferon-α
Saat ini masih merupakan obat terpilih pada CML dimana banyak digunakan ketika jumlah leukosit meningkat. Obat ini bekerja dengan mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4×109/l). Dosis yang digunakan adalah 3-9 megaunit dan diberikan tiga sampai tujuh kali setiap minggu secara injeksi subkutan. - Transplantasi sel induk
Transplantasi yang bersifat alogen banyak digunakan untuk mengobati CML. Transplantasi ini dapat dilakukan pada saudara kandung dengan 30% saja yang dapat mentolerir prosedur ini. Setelah ditransplantasikan ketahanan hidup pasien mencapai 50-70% dalam 5 tahun. Hasil akan lebih baik dilakukan pada fase kronik dibandingkan dengan fase akut.
Prognosis
Ketahanan hidup rata-rata pasien dengan CML adalah 5-6 tahun, sementara 20% pasien masih dapat hidup hingga lebih dari 10 tahun. Respons yang sangat baik akan terlihat setelah pemberian kemoterapi. Kematian sebagian besar terjadi karena transformasi akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang mengikuti.
Dalam memperhitungkan prognosis pasien dapat menggunakan hazard ratio seperti di bawah ini:
exp 0.0116 (age – 43) + 0 .0345 (spleen size [cm below costal margin] – 7.5 cm) + 0.188 [(platelet count/700)2 – 0.563] + 0.0887 (% blasts in blood – 2.1)
Tipe skor yang digunakan adalah Sokal Skore dimana dapat dikategorikan seperti di bawah ini:
- Risiko rendah (skor <0,8) à rata-rata harapan hidup 5-6 tahun
- Risiko menengah (skor 0,8-1,2) à rata-rata harapan hidup 3-4 tahun
- Risiko tinggi (skor > 1,2) à rata-rata harapan hidup 2 tahun
Komplikasi
- Lelah. Ketika terjadi peningkatan jumlah sel darah putih, maka sel darah merah akan terganggu dan dapat menyebabkan anemia. Anemia dapat menyebabkan tubuh lelah dan lemas. Sementara itu, pengobatan CML juga dapat menurunkan jumlah sel darah merah yang mana dapat memperparah anemia.
- Perdarahan berat. Trombositopenia dapat menyebabkan mudah berdarah dan lebam. Perdarahan bisa merupakan perdarahan hidung, gusi, maupun pada kulit (petechiae).
- Nyeri. CML dapat menyebabkan nyeri sendi karena sumsum tulang berkembang ketika terdapat peningkatan sel darah putih.
- Splenomegali. Sel darah berlebih yang diproduksi pada CML banyak disimpan dalam limpa. Hal ini menyebabkan limpa membesar dan bengkak. Adanya perbesaran limpa ini juga dapat menimbulkan rasa penuh pada perut setelah makan atau menyebabkan nyeri pada sisi kiri di bawah tulang rusuk.
- Stroke atau pembekuan berlebihan. Pada beberapa orang yang menderita CML terdapat juga kelebihan produksi platelet. Tanpa adanya pengobatan, trombositosis ini dapat menyebabkan pembekuan darah berlebihan dan menyebabkan stroke.
- Infeksi. Meskipun terdapat sel darah putih dalam jumlah yang tinggi, namun fungsi mereka dalam pertahanan tubuh menurum sehingga imunitas tubuh menurun dan rentan terkena infeksi. Selain itu, obat-obatan CML juga dapat menurunkan jumlah sel darah putih (neutropenia) sehingga memudahkan pula infeksi terjadi.
- Kematian. Terutama jika tidak diobati secara adekuat, dapat menimbulkan kematian.
Daftar Pustaka
- Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. Essential Haemotology. 5th ed. Massachusetts: Blackwell; 2006. p.167-73.
- Lichtman MA, Beutler E, Seligsohn U, Kaushansky K, Kipps TO. Williams Hematology. 7th ed. McGraw-Hill [e-book].
- Mayor Clinic Staff. Chronic Myelogenous Leukimia: complications. Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/chronic-myelogenous-leukemia/DS00564/DSECTION=complications. Diakses pada 31 Mei 2012 pukul 18.52 WIB.
- Besa EC, Krishnan K. Chronic myelogenous leukemia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/199425-overview#aw2aab6b2b3aa. Diakses pada 31 Mei 2012 pukul 19.25 WIB.
Originally posted 2016-10-21 10:37:32.