Fisiolofi Cairan dan Elektrolit
Posted on: 12 Agustus 2023, by : admin

Kompartemen cairan tubuh1

Seluruh cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama : cairan ekstraselular dan cairan intraselular. Kemudian cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstitial dan plasma darah.

Ada juga kompartemen cairan yang kecil yang disebut sebagai cairan transelar. Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial, dan intraokular juga cairan serebrospinal; biasanya dipertimbangkan sebagai jenis cairan ekstraselular khusus, walaupun pada beberapa kasus, komposisinya dapat sangat berbeda dengan yang di plasma atau cairan interstitial. Cairan transelular seluruhnya berjumalah sekitar 1 – 2 liter.

Pada orang normal dengan berat 70 kg, total cairan tubuhnya kira – kira 60% berat badan atau sekitar 42 L. Persentase ini dapat berubah bergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase total cairan terhadap berat badan berangsur – angsur turun. Hal ini sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa penuaan biasanya berhubungan dengan peningkatan persentase berat badan yaitu lemak, yang kemudian menurunkan persentase cairan dalam tubuh. Karena wanita mempunyai lebih sedikit cairan daripada pria dalam perbandingan dengan berat badan.

o Kompartemen cairan intraselular

Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh merupakan cairan interselular. Cairan intraseluler dipisahkan dari cairan ekstraselular oleh membran selektif yang sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian elektrolit dalam tubuh. Membran sel mempertahankan komposisi cairan di dalam agar serupa seperti yang terdapat di berbagai sel tubuh lainnya.

Berbeda dengan cairan ekstraselular, maka cairan intraselular hanya mengandung sejumlah kecil ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada ion kalsium. Malah , cairan ini mengandung sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang. Semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah pada cairan ekstraselular. Juga sel mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali lipat lebih banyak daripada dalam plasma.

o Kompartemen cairan ekstraselular

Seluruh cairan di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ini merupakan 20 persen dari berat badan. Dua kompartemen terbesar cairan ekstraseluler adalah cairan interstitial yang merupakan tiga perempat cairan ekstraselular, dan plasma yang hampir seperempat cairan ekstraselular. Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus – menerus berhubungan dengan cairan interstitial melalui celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraselular, kecuali protein. Karenanya cairan ekstraselular secara konstan terus tercampur sehingga plasma dan cairan interstitial mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada plasma. Konstituen ekstraselular terdiri dari natrium dan klorida dalam jumlah besar, ion bikarbonat yang juga dalam jumlah cukup besar, tapi hanya sedikit ion kalium, magnesium, fosfat, dan asam organik. Komposisi cairan ekstraselular diatur dengan cermat oleh berbagai mekanisme, tapi khususnya oleh ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap terus terendam dalam cairan yang mengandung konsentrasi elektrolit dan nutrien yang sesuai untuk fungsi sel yang optimal.

o Asupan cairan

Cairan ditambahkan ke dalam tubuh dari dua sumber utama : (1) berasal dari larutan atau cairan makanan yang dimakan, yang normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100 ml/hari, dan (2) berasal dari sintesis dalam badan sebagai hasil oksidasi karbohidrat, menambah sekitar 200 ml/hari. Kedua hal ini memberikan asupan cairan harian total sekitar 2300 ml/hari. Asupan cairan sangat bervariasi bergantung pada cuaca, kebiasaan, dan tingkat aktivitas fisik.

o Keluaran cairan

– Insensibe fluid loss

Variasi asupan cairan harus hati – hati disesuaikan dengan pengeluaran cairan harian. Beberapa pengeluaran cairan tidak dapat diatur dengan tepat. Sebagai contoh, ada pengeluaran cairan yang berlangsung terus menerus melalui evaporasi sekitar 700 ml/hari pada keadaan normal. Inilah yang disebut insensible water loss.

– Sensible fluid loss

Kehilangan cairan ini dapat melalui tiga jalur yaitu keringat, feses, dan urine. Jumlah cairan yang hilang melalui keringat sangat bervariasi bergantung pada aktivitas fisik dan suhu lingkungan. Volume keringat normal hanya sekitar 100 ml/hari, tapi pada keadaan cuaca panas ataupun latihan berat, kehilangan cairan kadang – kadang meningkat sampai 1 – 2 liter/jam. Kehilangan cairan lewat feses bisa mencapai 100 ml/hari yang bisa bertambah pada penderita diare. Untuk kehilangan cairan lewat urine, volumenya tidak dapat ditentukan dengan pasti bergantung pada keadaan cairan dan elektrolit tubuh.

Keseimbangan Cairan Tubuh2

Cairan ekstraselular merupakan perantara antara sel dan lingkungan luar. Semua pertukaran air dan konstituen lainnya antara ICF dan lingkungan luar harus terjadi melewati ECF.

Plasma hanyalah satu – satunya cairan yang bisa diatur secara langsung baik volume maupun komposisinya. Cairan ini berada dalam sirkulasi. Perubahan komposisi dan volume plasma juga akan mempengaruhi cairan interstitial. Oleh karena itu, semua kontrol terhadap plasma akan mengatur keseluruhan ECF juga.

Dua faktor yang diatur untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh adalah volume dan osmolaritasnya. Walaupun, regulasi keduanya saling berhubungan (kadar NaCl dan H2O), alasan mengapa keduanya dikontrol sangatlah berbeda :

o Volume ECF sangat diatur untuk mempertahankan tekanan darah. Mempertahankan keseimbangan garam adalah bagian terpenting untuk pengaturan volume ECF jangka panjang.

o Osmolaritas ECF sangat diatur untuk mencegah pembengkakan dan pengerutan sel. Mempertahankan keseimbangan air adalah bagian terpenting untuk mengatur osmolaritas ECF.

Pengaturan Volume ECF1,2

Volume cairan ekstraselular terutama ditentukan oleh keseimbangan antara asupan dan keluaran air dan garam secara jangka panjangnya. Untuk jangka pendeknya, volume ECF diatur oleh baroreseptor jantung yang nantinya akan mengubah kardiak output dan pergeseran cairan sementara dan otomatis antara plasma dan cairan interstitial.
Mungkin mekanisme yang paling kuat untuk mengontrol volume darah dan cairan ekstraselular juga untuk mempertahankan keseimbangan natrium dan air adalah pengaruh tekanan darah terhadap natrium dan eksresi air yang disebut mekanisme natriuresis tekanan – diuresis tekanan. Diuresis tekanan merujuk pada pengaruh peningkatan tekanan darah untuk meningkatkan eksresi volume urin, sedangkan natriuresis tekanan merujuk pada peningkatan ekskresi natrium yang terjadi pada peningkatan tekanan darah. Kedua mekanisme tersebut biasanya terjadi paralel karena pergerakan ion natrium biasanya diikuti dengan pergerakan air.

Pengaruh peningkatan tekanan darah untuk meningkatkan keluaran urin adalah bagian dari sistem umpan balik yang bekerja untuk mempertahankan asupan dan keluaran cairan.

Faktor saraf dan hormonal dalam pengaturan volume ECF1

Kontrol sistem saraf simpatis : refleks baroreseptor arterial dan refleks reseptor regangan tekanan rendah.

Karena ginjal menerima persarafan simpatis yang luas, perubahan aktivitas simpati dapat menghambat ekskresi natrium ginjal dan air, juga pengaturan volume cairan ekstraselular dalam beberapa kondisi. Sebagai contoh, bila volume darah berkurang karena perdarahan, tekanan dalam pembuluh darah paru dan daerah tekanan bertekanan rendah lainnya pada toraks akan menurun, menyebabkan aktivasi refleks sistem saraf simpatis. Hal ini kemudian meningkatkan aktivitas simpatis ginjal, yang mempunyai beberapa efek terhadap penurunan ekskresi natrium dan air; 1) Konstriksi arteriol – arteriol ginjal, dengan hasilnya penurunan GFR; 2) Peningkatan reabsorpsi tubulus terhadap garam dan air; dan 3) Perangsangan pelepasan renin dan peningkatan pembentukan angiotensin II dan aldosteron, yang selanjutnya meningkatkan reabsorpsi tubulus. Dan bila pengurangan volume darah cukup besar untuk menurunkan tekanan arteri sistemik, aktivasi sistem saraf simpatis selanjutnya terjadi akibat penurunan regangan baroreseptor arterial yang terletak di sinus karotikus dan arkus aorta. Semua refleks ini bersama – sama memainkan peranan penting dalam pemulihan volume darah yang cepat yang terjadi dalam kondisi akut seperti perdarahan. Penghambatan refleks aktivitas simpatis ginjal mungkin turut juga berperan terhadap eliminasi kelebihan cairan yang cepat dalam sirkulasi yang terjadi secara akut setelah makan makanan yang mengandung sejumlah besar garam dan air.

Angiotensin II

Salah satu pengontrol ekskresi natrium yang paling kuat dalam tubuh adalah angiotensin II. Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan timbal balik pada pembentukan angiotensin II, dan hal ini kemudian sangat membantu mempertahankan keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium meningkat di atas normal, sekresi renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan angiotensin II. Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkat reabsorpsi tubulus terhadap natrium dan air. Jadi, meningkatkan ekskresi ginjal terhadap natrium dan air. Hasil akhirnya adalah meminimalkan peningkatan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial yang sebaliknya akan terjadi bila asupan natrium meningkat
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal, peningkatan kadar angiotensin II menyebabkan retensi garam dan air dan melawan penurunan tekanan darah arterial yang akan terjadi sebaliknya. Jadi, perubahan aktivitas sistem renin – angiotensin berperan sebagai amplifier yang kuat terhadap mekansime natriuresis tekanan untuk mempertahankan tekanan darah dan volume cairan tubuh yang stabil.

Aldosteron

Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, terutama pada tubulus koligens. Peningkatan reabsorpsi natrium juga berhubungan dengan peningkatan reabsoprsi air dan sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh akhir aldosteron adalah membuat ginjal menahan natrium dan air serta meningkatkan ekskresi kalium dalam urin.
Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat dengan yang dijelaskan di atas mengenai angiotensin II. Yaitu, dengan penurunan asupan natrium, peningkatan kadar angiotensin II yang terjadi merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian membantu untuk menurunkan ekskresi natrium urin. Proses sebaliknya terjadi pada peningkatan asupan natrium.

Anti Diuretic Hormone

ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk sedikit volume urin pekat sementara mengeluarkan garam dalam jumlah yang normal. Pengaruh ini terutama penting selama deprivasi air, yang dengan kuat meningkatkan kadar ADH plasma yang kemudian meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal dan membantu meminimalkan penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arteri. Sebaliknya, bila terdapat volume ekstraselular yang berlebihan, penurunan kadar ADH mengurangi reabsorpsi air oleh ginjal, jadi membantu menghilangkan volume yang berlebihan dari tubuh. Sebagai tambahan, sebenarnya sekresi ADH yang berlebihan biasanya hanya menyebabkan sedikit peningkatan volume cairan ekstraselular, tetapi besar pengaruhnya dalam penurunan konsentrasi natrium.

Atrial Natriuretic Peptide

Ini adalah hormon yang dilepaskan serat otot atrium jantung. Rangsangan untuk melepaskan peptida ini adalah peregangan atrium secara berlebihan yang dapat ditimbulkan oleh volume darah yang berlebihan. Sekali dilepaskan oleh atrium jantung, ANP memasuki sirkulasi dan bekerja pada ginjal untuk menyebabkan sedikit peningkatan GFR dan penurunan reabsorpsi natrium oleh duktus koligens. Kerja gabungan dari ANP ini menimbulkan peningkatan ekskresi garam dan air, yang membantu mengkompensasi kelebihan volume darah.

Perubahan kadar ANP mungkin membantu meminimalkan perubahan volume darah selama berbagai kelainan, seperti peningkatan asupan garam dan air. Akan tetapi, produksi ANP yang berlebihan atau bahkan tidak adanya ANP sama sekali tidak menyebabkan perubahan besar dalam volume darah karena efek – efek ini dengan mudah diatasi dengan mekanisme lain seperti natriuresis tekanan.

Pengaturan Osmolaritas ECF

Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselular berhubungan erat dengan konsentrasi natrium karena natrium adalah ion yang paling banyak jumlahnya dalam ruang ekstraselular. Dua sistem utama yang terlibat khusus dalam pengaturan konsentrasi natrium dan osmolaritas cairan ekstraselular adalah : (1) Sistem osmoreseptor ADH dan (2) mekanisme rasa haus.1
Sistem Osmoreseptor ADH1

Sebagai contoh, bila osmolaritas meningkat akibat defisit air, sistem umpan balik ini bekerja sebagai berikut.

o Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel – sel osmoreseptor yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik menyusut.

o Penyusutan sel – sel osmoreseptor menyebabkan sel – sel tersebut terangsang, mengirimkan sinyal – sinyal saraf ke sel – sel saraf tambahan di nukleus supraoptik, yang kemudian memancarkan sinyal – sinyal ini ke bawah melintasi batang kelenjar hipofise ke hipofise posterior.

o Potensial aksi ini yang disalurkan ke hipofise posterior akan merangsang pelepasan ADH yang disimpan dalam granula – granula sekretori di ujung saraf.

o ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, di mana ADH meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligens dan duktus koligens dalam medula.

o Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatkan reabsorpsi air dan ekskresi sejumah kecil urin yang pekat.
Jadi, air disimpan dalam tubuh, sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus dikeluarkan dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan ekstraselular mula – mula yang berlebihan.

Pelepasan ADH juga dikontrol oleh refleks kardiovaskular sebagai respons untuk menurunkan tekanan darah atau volume darah termasuk (1) refleks baroreseptor arterial dan (2) refleks kardiopulmonal. Jalur refleksi ini berasal daerah sirkulasi bertekanan tinggi, seperti arkus aorta dan sinus karotikus, dan daerah bertekanan rendah terutama di atrium jantung.

Jadi, penurunan tekanan arterial dan penurunan volume darah dapat meningkatkan sekresi ADH, misalnya pada kasus perdarahan.
Mekanisme Rasa Haus1,2

Haus adalah sensasi subjektif yang meningkatkan keinginan untuk intake air. Pusat haus terletak di hipotalamus, dekat dengan sel pensekresi vasopressin.

Ada beberapa stimulus yang dapat memicu rasa haus. Salah satu yang paling penting adalah peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular yang menyebabkan dehidrasi intraselular di pusat rasa haus, dengan demikian merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan dari respons ini sangat jelas yaitu membantu mengencerkan cairan ekstraselular dan mengembalikan osmolaritas kembali ke normal.

Penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial juga merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma. Jadi, kehilangan volume darah melalui perdarahan akan merangsang rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat input neutral dari baroreseptor kardiopulmonar dan baroreseptor arterial sistemik dalam sirkulasi.

Stimulus rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II. Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor – faktor yang berhubunagn dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah, pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan ekskresi cairan.

Masih ada faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan air. Kekeringan pada mulut dan membran mukosa esofagus dapat mendatangkan sensasi haus. Sebagai hasilnya, seseorang yang kehausan dapat segera merasakan kelegaan setelah dia minum air walaupun air tersebut belum diabsorpsi di sistem pencernaan.

Ambang batas stimulus osmolar untuk minum. Ginjal terus menerus harus mengeluarkan sejumlah cairan, bahkan saat seseorang dehidrasi untuk membebaskan tubuh dari kelebihan zat terlarut yang dikonsumsi atau dihasilkan oleh metabolisme. Air juga hilang melalui evaporasi dari paru dan saluran pencernaan serta melalui evaporasi dan keringat dari kulit. Oleh karena itu, selalu ada kecenderungan untuk dehidrasi, dengan akibat peningkatan osmolaritas dan konsentrasi natrium ekstraselular. Ambang batas untuk minum manusia rata – rata adalah peningkatan natrium sekitar 2 mEq/L di atas normal.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton CA, Hall JE. Textbook of Medical Physiology.9th ed. Philadelphia: W.B.Saunders; 1996.p. 375 -9, 450 – 467.

2. Sherwood L. Human physiology from cells to system.6th ed. Canada: Thomson Brooks/ Cole; 2007. p. 550 – 558.

Originally posted 2016-10-20 11:07:26.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: